“Model Kemuridan
Dalam Injil Markus”
A.
Pemanggilan Murid-murid
Dalam Matius, Markus dan Lukas,
sama-sama menceritakan tentang Yesus memanggil murid-murid (Mat. 4:18-22; Mrk.
1:16; Luk. 5:1-11). Namun Markus dan Matius menempatkan pemanggilan itu dalam
situasi yang berbeda dengan Lukas. Markus menceritrakan bahwa pemanggilan itu
terjadi pada waktu Yesus berjalan menyusuri danau Galilea. Ketika itu Ia
melihat dua orang bersaudara yaitu Simon yang disebut Petrus dan Andreas
saudaranya. Maka Yesus memanggil mereka lalu mereka segera meninggalkan jalanya
dan mengikuti Dia. Dalam pemanggilan murid-murid ini Lukas menyajikan cerita
yang berbeda dengan Matius dan Markus. Tapi walau ada perbedaan, sama-sama
menegaskan bahwa Simon Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes meninggalkan
pekerjaan dari penjala ikan menjadi penjala manusia.
B.
Peranan Murid-murid
Dalam Injil-injil sinoptik murid-murid
digambarkan sebagai kelompok yang memiliki peranan yang sangat besar dalam
pelayanan Yesus. Mereka berperan sebagai wakil-wakil khusus dalam pemberitaan
Injil. Mereka juga diberi kuasa untuk mengusir setan (Mrk. 3:13-19; 6:7, 13).
Kepada mereka juga diberikan karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah
(mrk. 4:11, 12) dan pada waktu tertentu mereka melakukan mujizat (Mrk. 6:13).
Jika kita telusuri penggambaran peranan
para murid menurut Injil Markus, maka akan nyata gambaran itu dibangun agak
berbelit. Pada satu pihak murid-murid ditampilkan dalam gambaran yang cerah
atau positif. Mereka selalu bersama dengan Yesus. Mereka juga diutus untuk
memberitakan Injil, mereka diberi kuasa untuk mengusir setan (Mrk. 3:14, 15).
Dalam Markus 3:35, Yesus menunjuk kepada murid-murid-Nya sebagai orang yang
melakukan kehendak Allah. Kemudian dalam Markus 6:7-13, Yesus mengutus kedua
belas murid yang dilengkapi dengan kuasa atas roh-roh jahat (Mrk. 6:7). Tetapi
pada pihak lain mereka ditampilkan dalam gambaran yang sangat suram atau
negatif. Ada tiga tahap untuk penggambaran yang suram itu.
Pertama, lamban mengerti apa yang Yesus
katakana. Kelambanan ini sudah terjadi pada bagian pertama Injil Markus (Mrk.
1:16-8:26). Ciri kelambanan itu nyata dari ketidakmampuan mereka mengenal siapa
Yesus itu. Meskipun Yesus terus menyatakan kemesiasan-Nya di depan
murid-murid-Nya melalui berbagai mujizat dan penyembuhan (Mrk. 3:15; 6:7;
6:13), serta pengusiran roh-roh jahat (Mrk. 5:1-20). Namun, mereka justru
semakin tidak mengerti dan tidak percaya kepada Yesus (Mrk. 4:10, 13, 38-41;
5:31; 6:37; 51-52; 7:17; 8:4; 14-21). Memang murid-murid menikmati suatu
hubungan yang sangat dekat dengan Yesus karena mereka dipilih secara khusus
oleh Yesus (Mrk. 1:16-20; 3:13), tetapi hati mereka tetap degil sehingga mereka
tidak mengenal siapa Yesus itu.
Menurut Markus murid-murid mengatakan:
“Guru, Engkau tidak peduli kalau kami binasa?” (Mrk. 4:38). Suatu ungkapan yang
tidak simpatik karena ketidakpahama mengenai siapa Yesus itu. Jadi murid-murid
menurut injil Markus, tidak mengenal kuasa Yesus yang menyelamatkan, malah
kata-kata mereka tidak simpatik. Di pihak lain, perempua yang sakit pendarahan
(Mrk. 5:28, 29) malah mengenal kuasa Yesus sehingga hanya dengan menjamah
jubbah-Nya saja ia sembuh.
Ketika Yesus bersama murid-murid-Nya
mendarat di pantai Genezaret, menurut Markus, banyak orang mengenal Yesus dan
mereka membawa orang sakit kepada-Nya lalu Ia menyembuhkan mereka (Mrk.
6:53-56). Malah seorang perempuan Yunani bangsa Siro-Fenesia yakin bahwa Yesus
berkuasa mengusir setan karena itu ia memohon kepada-Nya untuk mengusir setan
dari anaknya (Mrk. 7:24-30) tetapi murid-murid tidak mengenal kuasa-Nya. Jadi
“orang-orang luar” mengenal Yesus tetapi murid-murid sebagai kelompok yang
sangat dekat dengan Yesus tidak mengenal Dia.
Ketidakpahaman akan kuasa Yesus itu
ditampilkan oleh Markus dalam cerita tentang Yesus memberi makan lima ribu
orang (Mrk. 6:30-44). Ketika Yesus memerintahkan murid-murid untuk memberi
makan kepada orang banyak itu maka mereka berkata: “Jadi haruskah kami membeli
roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?” (Mrk. 6:37). Bahasa
murid-murid ini tidak hanya menggambarkan suatu sikap yang kasar dan tidak
simpatik tetapi juga melukiskan ketidakpahaman mereka akan kuasa Yesus.
Mestinya murid-murid sudah mengetahui
kuasa Yesus itu ketika mereka menyaksikan Yesus memberi makan kepada lima ribu
orang hanya dengan lima roti dan dua ekor ikan (Mrk. 6:38). Tetapi menurut
markus mereka juga belum memahami siapa Yesus itu. Ketidakpahaman itu
ditampilkan lagi dalam Mrk. 7:17-18a dan mendapat reaksi yang keras dari Yesus (bnd.
Mrk. 8:17-21). Dengan demikian jelas bahwa Markus memberikan gambaran yang
suram terhadap peranan murid-murid Yesus.
Kedua, salah paham. Kesalahpahaman akan
perkataan Yesus dinyatakan dalam bagian kedua Injil Markus, mulai Mrk. 8:27-30,
yang menceritakan tentang pengakuan Petrus di Kaisarea Filipi. Ketika Yesus
bertanya: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”. Maka Petrus, yang mewakili
teman-temannya menjawab: “Engkau adalah Mesias” (Mrk. 8:29). Jawaban ini
membuktikan bahwa mereka telah memiliki pemahaman yang lebih tajam dari
sebelumnya. Namun pada pasal-pasal sesudahnya pengakuan akan kemesiasan Yesus
menimbulkan salah paham, karena konsep Mesias
menurut Petrus berbeda dengan konsep Yesus. Yesus menyatakan bahwa
kemesiasan-Nya hanya ditempatkan dalam hubungan dengan penderitaan dan
kematian-Nya. Sedangkan konsep mesianis yang demikian ditolak oleh murid-murid.
Karena itu, ketika Yesus memberitahukan bahwa Ia akan menderita dan mati di
Yerusalem, Petrus tampil ke depan dan melarang Yesus. Tindakan Petrus itu
dipandang sebagai mewakili tindakan iblis, sehingga Yesus memarahi Petrus,
karena ia bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah melainkan apa yang
dipikirkan manusia (Mrk. 8:33).
Menurut Markus, Yesus sendiri telah
mengajarkan kepada murid-murid, jalan yang harus Ia tempuh sebagai Mesias yang
benar (Mrk. 8:31; 9:31; 10:33-34). Bahkan suara dari surga sudah mengukuhkan
kemesiasan Yesus tetapi murid-murid tidak juga mengerti (Mrk. 9:32).
Ketidakmengerian ini selalu membawa murid-murid kepada salah paham dengan Yesus
mengenai kemesiasan-Nya. Maka setiap kali Yesus menjelaskan kemesiasan-Nya
kepada murid-murid, mereka menunjukkan ketidakpahaman mereka. Ketika Yesus
untuk kedua kalinya memberitahukan ciri kemesiasan-Nya sebagai Mesias yang
menderita, murid-murid tidak mengerti (Mrk. 9:30-32), sehingga mereka malah
terlibat dalam suatu percakapan tentang siapa yang lebih besar di antara mereka
(Mrk. 9:33-35). Dalam Markus menjelaskan bahwa ketidakmengertian murid-murid
itu adalah ‘kehendak Allah’, “sebab artinya tersembunyi bagi mereka” (Luk.
9:45). Dalam perkataan lain ketidakpahaman murid-murid itu dimengerti sebagai
rencana Allah. Setelah itu untuk ketiga kalinya Yesus memberitahukan ciri
kemesiasan-Nya (Mrk. 10:32-34) maka menurut Markus, dua murid Yesus (Yakobus
dan Yohanes) terlibat dalam suatu upaya memperoleh posisi yang terhormat di
sisi Yesus. Upaya itu menimbulkan keributan di antara murid-murid lainnya (Mrk.
10:35-45). Demi menenangkan situasi itu Yesus menasihati mereka bahwa kemuridan
tidak dapat diukur dengan kedudukan dan kekuasaan (Mrk. 10:42) tetapi oleh
pengabdian sebagai hamba untuk melayani semua (Mrk. 10:43-44).
Ketiga, penolakan terhadap Yesus.
Tahapan ketiga ini dimulai dengan keputusan Yudas untuk menjual Yesus kepada
para pemimpin Yahudi dengan harga tiga puluh keeping perak (Mrk. 14:10-11).
Memang menurut Mrk. 14:31, Petrus dan murid-murid lainnya membuat pernyataan
bahwa mereka tidak menyangkal Yesus, sekalipun harus mati tetapi kemudian mereka
berubah sikap.
Ketika Yesus hendak berdoa di taman
Gerstemani, Ia meminta kepada murid-murid-Nya untuk berjaga dan berdoa,
ternyata murid-murid tidak sanggup untuk berjaga dan berdoa. Mereka kedapatan
tiga kali tertidur. Akhibatnya ketika Yesus ditangkap, murid-murid melarikan
diri meninggalkan Yesus (Mrk. 14:50-52). Lalu penyangkalan Petrus di hadapan
pengadilan agama Yahudi (Mrk. 14:66-72) memberikan suatu gambaran yang lengkap
mengenai penolakan Petrus terhadap kemesiasan Yesus.
C.
Model Kemuridan Menurut Injil Markus
a. Alasan di Balik Gambaran yang Suram
Dalam paparan mengenai peranan
murid-murid, kita telah melihat bahwa Markus sangat suram dalam menampilkan
murid Yesus, sementara dua Injil lainnya menampilkan murid-murid lebih cerah.
Menurut Markus murid-murid mempunyai mata tetapi tidak melihat dan mempunyai
telinga tapi tidak mendengar (Mrk. 8:18). Mereka diberi tahu rahasia kerajaan
sorga tetapi mereka tidak mengerti. Markus menampilkan gambaran murid-murid
secara suram dengan maksud tertentu yang berkaitan langsung dengan
komunitasnya. Maka gambaran yang suram itu harus dicari sebabnya dalam konteks
komunitas itu.
Dalam Injil Markus, setiap kali Yesus
memberitahukan penderitaan-Nya, murid-murid selalu salah paham dan berbenturan
dengan Yesus. Ketika Yesus petama kalinya memberitahukan penderitaan-Nya, bahwa
Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua,
imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga
hari, Petrus menegur Yesus agar hal itu jangan terjadi pada-Nya tetapi Yesus
balik memarahi Petrus (Mrk. 8:31-33). Segera sesudah kedua kalinya Yesus
memberitahukan penderitaan-Nya, murid-murid terlibat dalam perdebatan mengenai
siapa yang terbesar di antara mereka. Selanjutnya sesudah Yesus, untuk ketiga
kalinya memberitahukan penderitaan-Nya, Yakobus dan Yohanes malah meminta
posisi terhormat di samping Yesus. Permintaan itu membuat murid-murid lainnya
marah. Tetapi Yesus memanggil mereka dan menasihati mereka mengenai bagaimana
menjadi hamba untuk melayani (Mrk. 10:35-45). Gambaran mengenai murid-murid
Yesus secara suram dalam Injil Markus adalah untuk menyatakan bahwa seseorang
hanya bisa mengenal identitas Yesus yang sesungguhnya hanya melalui jalan
salib, jalan penderitaan. Gambaran yang demikian sangat bermakna bagi komunitas
Markus yang pada waktu itu sedang dalam keadaan yang demikian atau menderita.
b.
Model Kemuridan yang Yesus Kehendaki dalam Markus
Model kemuridan ini tidak bisa
dilepaskan dari model kristologi yang Yesus beritakan. Karena itu, sebelum
membahas model kemuridan itu kita akan menyinggung sedikit model kristologi
Yesus. Menurut Markus kristologi yang Yesus meritakan adalah Anak Manusia yang
menderita. Ciri penderitaan ini sangat melekat pada kristologi Yesus dalam
Injil Markus. Kristologi yang demikian akan membawa Yesus kepada salib.
Gamabaran kristologi yang demikian menurut Markus, adalah kehendak Allah. Yesus
harus meminum cawan pederitaan itu sesuai dengan kehendak Allah. Karena Allah
telah meneguhkan itu pada diri Yesus. Ketika pada puncak penderitaan Yesus,
muncullah pengakuan kepala pasukan: “sungguh, orang ini adalah Anak Allah!”
(Mrk. 15:39). Oleh sebab itu menurut Markus, orang yang mau mengikuti Dia harus
melalui jalan penderitaan.
Dalam Injil Markus berulang kali menyatakan
bahwa Yesus mengajak murid-murid untuk melalui jalan penderitaan itu tetapi
karea murid-murid berpegang pada Kristologi theios
aner, maka mereka selalu salah paham dengan Yesus. Mereka tidak menemparkan
diri pada kehendak Allah tepai papda kehendak manusia. Maka mereka mengabaikan
aspek yang paling penting dari Kristologi Yesus sebagai hamba yang menderita.
Yesus menurut Markus, menekankan jalan penderitaan bagi murid-murid-Nya karena
memang Markus menulis Injilnya ini untuk persekutuan umat Kristen yang sedang
menderita karena mengalami penganiayaan. Penderitaan itu sebetulnya telah
dialami oleh umat Kristen di tangan orang Yahudi sejak lahirnya kekristenan.
Ketika kekristenan berkembang di luar dunia Yahudi, mereka juga mengalami
penderitaan.[1]
Yesus mengajar para murid-Nya tentang
penderitaan-Nya yang akan datang. Walaupun para murid tidak mengeti atau salah
mengerti Yesus, namun Yesus bergumul terus untuk mengajar mereka. Jelas bahwa
Yesus tidak ingin bekerja tanpa murid. Jadi dapat dikatakan bahwa Yesus
mengajar para murid secara khusus pada tempat-tempat tersendiri. Ia memberi
tugas untuk menyertai Dia, untuk mengikuti Dia, agar mereka dapat melanjutkan
karya-Nya sebagai utusan Dia.[2]
D.
Kesimpulan
Jadi yang dapat disimpulkan di sini
adalah menurut Markus, model yang benar dari kemuridan seorang murid adalah
mengikuti jalan penderitaan dan bersedia menderita sama seperti Yesus. Hanya
melalui jalan penderitaan itu seorang sungguh-sungguh mengenal siapa Yesus itu.[3]
Menjadi murid Yesus dalam Injil Markus itu harus benar-benar mengenal siapa
Yesus itu dan bagaimana cara Yesus menjalani tugas-Nya sebagai hamba yang
menderita dan memikul salib. Karena dengan penderitaan itulah akan ada hidup
yang kekal.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab:
LAI,
Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab
Indonesia, 2001.
Referensi Buku:
Drewes
B.F., Satu Injil Tiga Pekabar,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Hakh
Samuel Benyamin, Pemberitaan Tentang
Yesus Menurut Injil-Injil Sinoptik,
Bandung: Jurnal Info Media, 2008.
Matthew
Henry, Tafsiran Injil Markus,
Surabaya: Momentum, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar