Senin, 06 Maret 2017

Model Kemuridan Dalam Injil Markus





“Model Kemuridan Dalam Injil Markus”
    A.    Pemanggilan Murid-murid
Dalam Matius, Markus dan Lukas, sama-sama menceritakan tentang Yesus memanggil murid-murid (Mat. 4:18-22; Mrk. 1:16; Luk. 5:1-11). Namun Markus dan Matius menempatkan pemanggilan itu dalam situasi yang berbeda dengan Lukas. Markus menceritrakan bahwa pemanggilan itu terjadi pada waktu Yesus berjalan menyusuri danau Galilea. Ketika itu Ia melihat dua orang bersaudara yaitu Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya. Maka Yesus memanggil mereka lalu mereka segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dalam pemanggilan murid-murid ini Lukas menyajikan cerita yang berbeda dengan Matius dan Markus. Tapi walau ada perbedaan, sama-sama menegaskan bahwa Simon Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes meninggalkan pekerjaan dari penjala ikan menjadi penjala manusia.
    B.     Peranan Murid-murid
Dalam Injil-injil sinoptik murid-murid digambarkan sebagai kelompok yang memiliki peranan yang sangat besar dalam pelayanan Yesus. Mereka berperan sebagai wakil-wakil khusus dalam pemberitaan Injil. Mereka juga diberi kuasa untuk mengusir setan (Mrk. 3:13-19; 6:7, 13). Kepada mereka juga diberikan karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah (mrk. 4:11, 12) dan pada waktu tertentu mereka melakukan mujizat (Mrk. 6:13).
Jika kita telusuri penggambaran peranan para murid menurut Injil Markus, maka akan nyata gambaran itu dibangun agak berbelit. Pada satu pihak murid-murid ditampilkan dalam gambaran yang cerah atau positif. Mereka selalu bersama dengan Yesus. Mereka juga diutus untuk memberitakan Injil, mereka diberi kuasa untuk mengusir setan (Mrk. 3:14, 15). Dalam Markus 3:35, Yesus menunjuk kepada murid-murid-Nya sebagai orang yang melakukan kehendak Allah. Kemudian dalam Markus 6:7-13, Yesus mengutus kedua belas murid yang dilengkapi dengan kuasa atas roh-roh jahat (Mrk. 6:7). Tetapi pada pihak lain mereka ditampilkan dalam gambaran yang sangat suram atau negatif. Ada tiga tahap untuk penggambaran yang suram itu.
Pertama, lamban mengerti apa yang Yesus katakana. Kelambanan ini sudah terjadi pada bagian pertama Injil Markus (Mrk. 1:16-8:26). Ciri kelambanan itu nyata dari ketidakmampuan mereka mengenal siapa Yesus itu. Meskipun Yesus terus menyatakan kemesiasan-Nya di depan murid-murid-Nya melalui berbagai mujizat dan penyembuhan (Mrk. 3:15; 6:7; 6:13), serta pengusiran roh-roh jahat (Mrk. 5:1-20). Namun, mereka justru semakin tidak mengerti dan tidak percaya kepada Yesus (Mrk. 4:10, 13, 38-41; 5:31; 6:37; 51-52; 7:17; 8:4; 14-21). Memang murid-murid menikmati suatu hubungan yang sangat dekat dengan Yesus karena mereka dipilih secara khusus oleh Yesus (Mrk. 1:16-20; 3:13), tetapi hati mereka tetap degil sehingga mereka tidak mengenal siapa Yesus itu.
Menurut Markus murid-murid mengatakan: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kami binasa?” (Mrk. 4:38). Suatu ungkapan yang tidak simpatik karena ketidakpahama mengenai siapa Yesus itu. Jadi murid-murid menurut injil Markus, tidak mengenal kuasa Yesus yang menyelamatkan, malah kata-kata mereka tidak simpatik. Di pihak lain, perempua yang sakit pendarahan (Mrk. 5:28, 29) malah mengenal kuasa Yesus sehingga hanya dengan menjamah jubbah-Nya saja ia sembuh.
Ketika Yesus bersama murid-murid-Nya mendarat di pantai Genezaret, menurut Markus, banyak orang mengenal Yesus dan mereka membawa orang sakit kepada-Nya lalu Ia menyembuhkan mereka (Mrk. 6:53-56). Malah seorang perempuan Yunani bangsa Siro-Fenesia yakin bahwa Yesus berkuasa mengusir setan karena itu ia memohon kepada-Nya untuk mengusir setan dari anaknya (Mrk. 7:24-30) tetapi murid-murid tidak mengenal kuasa-Nya. Jadi “orang-orang luar” mengenal Yesus tetapi murid-murid sebagai kelompok yang sangat dekat dengan Yesus tidak mengenal Dia.
Ketidakpahaman akan kuasa Yesus itu ditampilkan oleh Markus dalam cerita tentang Yesus memberi makan lima ribu orang (Mrk. 6:30-44). Ketika Yesus memerintahkan murid-murid untuk memberi makan kepada orang banyak itu maka mereka berkata: “Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?” (Mrk. 6:37). Bahasa murid-murid ini tidak hanya menggambarkan suatu sikap yang kasar dan tidak simpatik tetapi juga melukiskan ketidakpahaman mereka akan kuasa Yesus.
Mestinya murid-murid sudah mengetahui kuasa Yesus itu ketika mereka menyaksikan Yesus memberi makan kepada lima ribu orang hanya dengan lima roti dan dua ekor ikan (Mrk. 6:38). Tetapi menurut markus mereka juga belum memahami siapa Yesus itu. Ketidakpahaman itu ditampilkan lagi dalam Mrk. 7:17-18a dan mendapat reaksi yang keras dari Yesus (bnd. Mrk. 8:17-21). Dengan demikian jelas bahwa Markus memberikan gambaran yang suram terhadap peranan murid-murid Yesus.
Kedua, salah paham. Kesalahpahaman akan perkataan Yesus dinyatakan dalam bagian kedua Injil Markus, mulai Mrk. 8:27-30, yang menceritakan tentang pengakuan Petrus di Kaisarea Filipi. Ketika Yesus bertanya: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”. Maka Petrus, yang mewakili teman-temannya menjawab: “Engkau adalah Mesias” (Mrk. 8:29). Jawaban ini membuktikan bahwa mereka telah memiliki pemahaman yang lebih tajam dari sebelumnya. Namun pada pasal-pasal sesudahnya pengakuan akan kemesiasan Yesus menimbulkan salah paham, karena konsep Mesias  menurut Petrus berbeda dengan konsep Yesus. Yesus menyatakan bahwa kemesiasan-Nya hanya ditempatkan dalam hubungan dengan penderitaan dan kematian-Nya. Sedangkan konsep mesianis yang demikian ditolak oleh murid-murid. Karena itu, ketika Yesus memberitahukan bahwa Ia akan menderita dan mati di Yerusalem, Petrus tampil ke depan dan melarang Yesus. Tindakan Petrus itu dipandang sebagai mewakili tindakan iblis, sehingga Yesus memarahi Petrus, karena ia bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah melainkan apa yang dipikirkan manusia (Mrk. 8:33).
Menurut Markus, Yesus sendiri telah mengajarkan kepada murid-murid, jalan yang harus Ia tempuh sebagai Mesias yang benar (Mrk. 8:31; 9:31; 10:33-34). Bahkan suara dari surga sudah mengukuhkan kemesiasan Yesus tetapi murid-murid tidak juga mengerti (Mrk. 9:32). Ketidakmengerian ini selalu membawa murid-murid kepada salah paham dengan Yesus mengenai kemesiasan-Nya. Maka setiap kali Yesus menjelaskan kemesiasan-Nya kepada murid-murid, mereka menunjukkan ketidakpahaman mereka. Ketika Yesus untuk kedua kalinya memberitahukan ciri kemesiasan-Nya sebagai Mesias yang menderita, murid-murid tidak mengerti (Mrk. 9:30-32), sehingga mereka malah terlibat dalam suatu percakapan tentang siapa yang lebih besar di antara mereka (Mrk. 9:33-35). Dalam Markus menjelaskan bahwa ketidakmengertian murid-murid itu adalah ‘kehendak Allah’, “sebab artinya tersembunyi bagi mereka” (Luk. 9:45). Dalam perkataan lain ketidakpahaman murid-murid itu dimengerti sebagai rencana Allah. Setelah itu untuk ketiga kalinya Yesus memberitahukan ciri kemesiasan-Nya (Mrk. 10:32-34) maka menurut Markus, dua murid Yesus (Yakobus dan Yohanes) terlibat dalam suatu upaya memperoleh posisi yang terhormat di sisi Yesus. Upaya itu menimbulkan keributan di antara murid-murid lainnya (Mrk. 10:35-45). Demi menenangkan situasi itu Yesus menasihati mereka bahwa kemuridan tidak dapat diukur dengan kedudukan dan kekuasaan (Mrk. 10:42) tetapi oleh pengabdian sebagai hamba untuk melayani semua (Mrk. 10:43-44).
Ketiga, penolakan terhadap Yesus. Tahapan ketiga ini dimulai dengan keputusan Yudas untuk menjual Yesus kepada para pemimpin Yahudi dengan harga tiga puluh keeping perak (Mrk. 14:10-11). Memang menurut Mrk. 14:31, Petrus dan murid-murid lainnya membuat pernyataan bahwa mereka tidak menyangkal Yesus, sekalipun harus mati tetapi kemudian mereka berubah sikap.
Ketika Yesus hendak berdoa di taman Gerstemani, Ia meminta kepada murid-murid-Nya untuk berjaga dan berdoa, ternyata murid-murid tidak sanggup untuk berjaga dan berdoa. Mereka kedapatan tiga kali tertidur. Akhibatnya ketika Yesus ditangkap, murid-murid melarikan diri meninggalkan Yesus (Mrk. 14:50-52). Lalu penyangkalan Petrus di hadapan pengadilan agama Yahudi (Mrk. 14:66-72) memberikan suatu gambaran yang lengkap mengenai penolakan Petrus terhadap kemesiasan Yesus.
    C.    Model Kemuridan Menurut Injil Markus
      a. Alasan di Balik Gambaran yang Suram
Dalam paparan mengenai peranan murid-murid, kita telah melihat bahwa Markus sangat suram dalam menampilkan murid Yesus, sementara dua Injil lainnya menampilkan murid-murid lebih cerah. Menurut Markus murid-murid mempunyai mata tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga tapi tidak mendengar (Mrk. 8:18). Mereka diberi tahu rahasia kerajaan sorga tetapi mereka tidak mengerti. Markus menampilkan gambaran murid-murid secara suram dengan maksud tertentu yang berkaitan langsung dengan komunitasnya. Maka gambaran yang suram itu harus dicari sebabnya dalam konteks komunitas itu.
Dalam Injil Markus, setiap kali Yesus memberitahukan penderitaan-Nya, murid-murid selalu salah paham dan berbenturan dengan Yesus. Ketika Yesus petama kalinya memberitahukan penderitaan-Nya, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari, Petrus menegur Yesus agar hal itu jangan terjadi pada-Nya tetapi Yesus balik memarahi Petrus (Mrk. 8:31-33). Segera sesudah kedua kalinya Yesus memberitahukan penderitaan-Nya, murid-murid terlibat dalam perdebatan mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Selanjutnya sesudah Yesus, untuk ketiga kalinya memberitahukan penderitaan-Nya, Yakobus dan Yohanes malah meminta posisi terhormat di samping Yesus. Permintaan itu membuat murid-murid lainnya marah. Tetapi Yesus memanggil mereka dan menasihati mereka mengenai bagaimana menjadi hamba untuk melayani (Mrk. 10:35-45). Gambaran mengenai murid-murid Yesus secara suram dalam Injil Markus adalah untuk menyatakan bahwa seseorang hanya bisa mengenal identitas Yesus yang sesungguhnya hanya melalui jalan salib, jalan penderitaan. Gambaran yang demikian sangat bermakna bagi komunitas Markus yang pada waktu itu sedang dalam keadaan yang demikian atau menderita.
    b.      Model Kemuridan yang Yesus Kehendaki dalam Markus
Model kemuridan ini tidak bisa dilepaskan dari model kristologi yang Yesus beritakan. Karena itu, sebelum membahas model kemuridan itu kita akan menyinggung sedikit model kristologi Yesus. Menurut Markus kristologi yang Yesus meritakan adalah Anak Manusia yang menderita. Ciri penderitaan ini sangat melekat pada kristologi Yesus dalam Injil Markus. Kristologi yang demikian akan membawa Yesus kepada salib. Gamabaran kristologi yang demikian menurut Markus, adalah kehendak Allah. Yesus harus meminum cawan pederitaan itu sesuai dengan kehendak Allah. Karena Allah telah meneguhkan itu pada diri Yesus. Ketika pada puncak penderitaan Yesus, muncullah pengakuan kepala pasukan: “sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Mrk. 15:39). Oleh sebab itu menurut Markus, orang yang mau mengikuti Dia harus melalui jalan penderitaan.
Dalam Injil Markus berulang kali menyatakan bahwa Yesus mengajak murid-murid untuk melalui jalan penderitaan itu tetapi karea murid-murid berpegang pada Kristologi theios aner, maka mereka selalu salah paham dengan Yesus. Mereka tidak menemparkan diri pada kehendak Allah tepai papda kehendak manusia. Maka mereka mengabaikan aspek yang paling penting dari Kristologi Yesus sebagai hamba yang menderita. Yesus menurut Markus, menekankan jalan penderitaan bagi murid-murid-Nya karena memang Markus menulis Injilnya ini untuk persekutuan umat Kristen yang sedang menderita karena mengalami penganiayaan. Penderitaan itu sebetulnya telah dialami oleh umat Kristen di tangan orang Yahudi sejak lahirnya kekristenan. Ketika kekristenan berkembang di luar dunia Yahudi, mereka juga mengalami penderitaan.[1]
Yesus mengajar para murid-Nya tentang penderitaan-Nya yang akan datang. Walaupun para murid tidak mengeti atau salah mengerti Yesus, namun Yesus bergumul terus untuk mengajar mereka. Jelas bahwa Yesus tidak ingin bekerja tanpa murid. Jadi dapat dikatakan bahwa Yesus mengajar para murid secara khusus pada tempat-tempat tersendiri. Ia memberi tugas untuk menyertai Dia, untuk mengikuti Dia, agar mereka dapat melanjutkan karya-Nya sebagai utusan Dia.[2]
    D.    Kesimpulan
Jadi yang dapat disimpulkan di sini adalah menurut Markus, model yang benar dari kemuridan seorang murid adalah mengikuti jalan penderitaan dan bersedia menderita sama seperti Yesus. Hanya melalui jalan penderitaan itu seorang sungguh-sungguh mengenal siapa Yesus itu.[3] Menjadi murid Yesus dalam Injil Markus itu harus benar-benar mengenal siapa Yesus itu dan bagaimana cara Yesus menjalani tugas-Nya sebagai hamba yang menderita dan memikul salib. Karena dengan penderitaan itulah akan ada hidup yang kekal.


DAFTAR PUSTAKA

Alkitab:
LAI, Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2001.

Referensi Buku:
Drewes B.F., Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Hakh Samuel Benyamin, Pemberitaan Tentang Yesus Menurut Injil-Injil Sinoptik,
Bandung: Jurnal Info Media, 2008.
Matthew Henry, Tafsiran Injil Markus, Surabaya: Momentum, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar